Sungguh menakjubkan melihat betapa banyak perubahan yang bisa terjadi dalam dua dekade. Apa yang terjadi dengan hutan yang mengelilingi Desa Manuju, di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan? Tanpa upaya kolektif dari warga desa dan pemangku kepentingan lainnya, sumber daya alam seperti hutan, sungai, dan mata air bisa hilang dan berubah menjadi lahan pertanian, perumahan, pertambangan, atau bentuk pembangunan manusia lainnya.
“Dua puluh tahun yang lalu, hutan-hutan lokal terlindungi dengan baik. Pohon-pohon asli seperti kemiri (Aleurites moluccanus), kelengkeng asam (Dimocarpus longan), santol (Sandoricum koetjape) berlimpah ruah. Sungai-sungai dipenuhi ikan, udang, dan kepiting,” kenang Hardiansyah, ketua salah satu pondok pesantren. “Sangat disayangkan anak-anak zaman sekarang tidak pernah mengalami hal itu.”
Pada tahun 2023, dengan bantuan masyarakat, USAID IUWASH Tangguh melakukan pengkajian untuk mengidentifikasi tantangan dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan sumber daya air di Desa Manuju. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa ekosistem Manuju yang tadinya hidup telah mengalami kerusakan parah selama 20 tahun terakhir. Pembukaan lahan yang tidak terkendali untuk pertanian, peternakan, dan perkebunan telah mengubah kondisi lahan sehingga menjadi lebih rentan terhadap tanah longsor, banjir, dan kebakaran hutan. Peristiwa malang yang berulang kali terjadi sejak tahun 2019 menjadi peringatan bagi banyak warga.
Setelah pengkajian selesai, USAID IUWASH Tangguh membantu pemerintah daerah dan warga untuk menganalisis permasalahan air bersih dan menemukan praktik terbaik untuk solusi berbasis masyarakat. Tim ini juga membantu para pemangku kepentingan desa menyusun rencana aksi kolektif untuk meningkatkan konservasi sumber daya air dan menerapkan pendekatan pertanian ramah ekosistem.
Rencana aksi ini mendorong petani untuk beralih dari praktik monokultur ke agroforestri, yang memiliki banyak manfaat bagi lingkungan dan perekonomian lokal. Melalu agroforestri, para petani dapat memadukan tanaman semusim seperti padi dan jagung dengan tanaman perenial seperti durian, alpukat, rambutan, jeruk nipis, dan petai. Pendekatan agroforestri akan berkontribusi terhadap pengisian kembali permukaan air, mata air, dan sungai, yang sangat penting perannya bagi PDAM Jeneberang yang mengelola instalasi pengolahan air Manuju, salah satu instalasi pengolahan air terbesar di Gowa, dalam memasok air minum aman bagi puluhan ribu penduduk di wilayah tersebut.
Petani setempat akan mengatur pembibitan dan menyiapkan bibit. “Saya berharap USAID IUWASH Tangguh dapat melatih kami untuk menyiapkan bibit dan membantu kami dalam mengelola proses peremajaan tanaman.” kata Herdiansyah. Pada 28 Januari 2024, para ahli dari USAID IUWASH Tangguh dan Dinas Tanaman dan Hortikultura Kabupaten Gowa memberi pelatihan bagi 24 kelompok tani di Manuju tentang cara menanam benih dan menyiapkan pembibitan. Para petani juga belajar menggunakan mWater, sebuah aplikasi survei sumber terbuka (open source), untuk melacak persediaan benih dan memantau pertumbuhan bibit.
Pelatihan ini menarik minat Hastuti, salah seorang perwakilan kelompok tani. “Metode pembiakan secara vegetatif, seperti sambung pucuk (top grafting) dan sambung samping (side grafting), sungguh menginspirasi,” serunya. “Saya ingin sekali mencoba menanam durian dan rambutan – anak-anak saya sangat menyukai buah-buahan tersebut! Pelatihan ini sangat membantu, dan saya bertekad untuk menyebarkannya ke teman-teman di kelompok tani.”
Inisiatif USAID IUWASH Tangguh telah memicu efek domino dan memulai transformasi positif di kalangan warga Desa Manuju. Pembuatan kebun benih masyarakat menjadi bukti komitmen warga desa untuk memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan mereka. Pelibatan siswa dari pesantren terdekat di desa mereka akan memastikan bahwa perubahan yang berarti lebih berkelanjutan.