Untuk mencapai target akses universal Indonesia 2019, pemerintah Indonesia mencanangkan program 100-0-100 (100% akses terhadap air minum, 0% kawasan kumuh, 100% akses sanitasi layak). Program tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap akses air bersih, tempat tinggal layak huni, dan lingkungan bersih dan sehat.
Meskipun data yang dirilis Badan Pusat Statistik tahun 2017 menunjukkan capaian akses sanitasi layak lebih dari 70%, akses masyarakat terhadap sanitasi aman—yang meliputi seluruh proses pengelolaan air limbah mulai dari penampungan, pengangkutan, dan pengolahan lumpur tinja—masih rendah. Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2017), capaian nasional akses sanitasi aman baru 63%. Padahal, sanitasi aman adalah salah satu syarat untuk menciptakan lingkungan bersih dan sehat.
Untuk mendorong lebih banyak penduduk Indonesia menjangkau dan menerapkan sanitasi aman, diperlukan komitmen dan dukungan pemerintah daerah dalam pengelolaan Air Limbah Domestik.
Pengelola air limbah domestik di kabupaten/kota sangat bervariasi mulai dari seksi, UPTD, UPT BLUD dan Perusahaan Daerah. Namun, kinerja pengelola air limbah domestik tersebut selama ini belum pernah dilakukan evaluasi.
Untuk itu, USAID IUWASH PLUS mengembangkan satu set alat untuk menilai kinerja unit pelaksana sanitasi di 32 kabupaten/ kota wilayah kerja USAID IUWASH PLUS yang tersebar di provinsi Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur, serta DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang.
Alat yang kemudian dikenal dengan nama Indeks Sanitasi ini merupakan alat untuk mengukur capaian lembaga pengelola air limbah domestik dalam mengelola sistem air limbah domestik. Hasil penilaian menggunakan indeks ini juga dapat membantu lembaga pengelola air limbah domestik menyusun strategi untuk mencapai target layanan air limbah domestik.
Indeks sanitasi yang dikembangkan oleh USAID IUWASH PLUS mencakup lima indikator yang menjadi ukuran keberhasilan pengelolaan air limbah domestik. Indikator tersebut meliputi institusi, peraturan, cakupan sanitasi, keuangan, dan operasional. Setiap indikator dalam indeks sanitasi dilengkapi dengan skor penilaian untuk mempermudah pengukuran kinerja dan melihat indikator mana yang perlu ditingkatkan.
Setiap indikator, kecuali anggaran, dinilai setiap tahun menggunakan data dari tahun sebelumnya. Anggaran dinilai per tiga bulan karena dana untuk sektor sanitasi berasal dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupatem/kota, dan besarannya dapat bervariasi setiap tahun.
Penilaian kinerja menggunakan indeks sanitasi ini dilakukan lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan air limbah domestik, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Lingkungan Hidup, UPTD Pengelolaan Air Limbah (PAL), dan BAPPEDA. Lembaga-lembaga yang terkait dengan pengelolaan air limbah tersebut melakukan penilaian kinerja sektor sanitasi secara bersama-sama dengan menggunakan data dari setiap lembaga ini
Salah satu daerah mitra USAID IUWASH PLUS yang telah menggunakan indeks sanitasi untuk menilai kinerja lembaga pengelola air limbah domestik adalah Jawa Timur. Tahun 2017, tim USAID IUWASH PLUS membantu menilai kinerja lembaga pengelolaan air limbah di Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Lumajang. Penilaian tahun 2017 ini dilakukan menggunakan data tahun 2016. Penilaian serupa juga dilakukan April 2018 untuk kinerja lembaga pengelola air limbah tahun 2017 di enam kabupaten/kota di Jawa Timur tersebut, kecuali Surabaya.
Hasil penilaian indeks sanitasi yang dilakukan tahun 2017 dan 2018 di enam kabupaten/kota di Jawa Timur tersebut rata-rata naik lebih dari 10%. Artinya, jumlah skor untuk indikator dalam indeks sanitasi di kabupaten/kota tersebut naik 10% dari tahun 2017 ke tahun 2018. Hal ini menunjukkan peningkatan capaian yang cukup signifikan di bidang pengelolaan air limbah.
Kenaikan nilai indeks sanitasi ini salah satunya disebabkan oleh respons lembaga pengelola air limbah terhadap hasil penilaian indeks tahun sebelumnya. Misal, Kabupaten Probolinggo membangun Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) baru bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai respons terhadap hasil penilaian sanitasi indeks yang dilakukan tahun 2017 menggunakan data 2016. Dalam proses pembangunan ini, pemerintah Kabupaten Probolinggo menyediakan lahan dan Kementerian PUPR membangun sarananya. Selain itu, Kabupaten Sidoarjo menaikkan alokasi APBD 2017 dari 0.1% menjadi 0.5% untuk sektor sanitasi, termasuk pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal sebagai respon terhadap capaian lembaga pengelola air limbah tahun 2016.
Berbagai upaya lain untuk meningkatkan capaian indikator sanitasi juga sedang dilakukan oleh enam kabupaten/kota ini. Contoh, Kabupaten Lumajang berupaya mempercepat proses pengesahan Peraturan Daerah Air Limbah Domestik dan Peraturan Daerah Tarif Penyedotan untuk meningkatkan capaian indikator peraturan. Selain itu, Kabupaten Lumajang juga berencana membentuk UPTD Pengelola Air Limbah Domestik (PALD) sebagai pengelola IPLT untuk meningkatkan capaian indikator kelembagaan.
Ke depan, setiap kabupaten/kota berencana menyampaikan hasil penilaian indeks sanitasi ini kepada pejabat pengambil keputusan di daerah. Harapannya, para pengambil keputusan dapat membantu lembaga pengelola air limbah domestik membenahi kinerjanya untuk indikator yang belum maksimal dan meningkatkan capaian indikator yang sudah baik.
Penilaian kinerja menggunakan indeks sanitasi juga membantu meningkatkan kredibilitas pejabat daerah. “Nilai pertanggungjawaban Bupati ke DPRD untuk indikator sanitasi sangat baik berkat pendampingan USAID IUWAS PLUS,” ujar Tugas Husni Syarwanto, Kepala Bappeda Gresik.
(Ristina Aprillia/ USAID IUWASH PLUS)