“Sanitasi yang buruk akan menyebabkan kualitas air yang buruk juga. Mengonsumsi air yang kualitasnya buruk dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan menurunkan kualitas hidup mereka. Dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini,” ujar Endah Mardiana, Kepala Bidang Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (Dinas PUTR) Kabupaten Lumajang.
Endah paham betul bahwa dukungan kuat pemerintah daerah sangat diperlukan untuk menyediakan akses sanitasi aman kepada masyarakat, yang mencakup pengelolaan air limbah domestik. Namun, hingga pertengahan 2017, pengelolaan air limbah domestik belum menjadi program prioritas pemerintah Kabupaten Lumajang. Padahal, air di Kabupaten Lumajang masih berisiko tercemar air limbah domestik, yang meluap dari tangki septik yang tidak pernah disedot atau dibuang langsung ke sungai.
Data cakupan sanitasi Dinas PUTR dan Dinas Kesehatan tahun 2016 menunjukkan bahwa sekitar 67% dari 1,1 juta total penduduk di Kabupaten Lumajang telah mempunyai akses terhadap jamban dengan tangki septik. Sekitar lima ribu diantaranya menggunakan sekitar 60 MCK umum dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal yang dibangun oleh Dinas PUTR. Sedangkan, 19,7% penduduk di kabupaten ini masih menggunakan jamban cubluk, dan 1,05% masih Buang Air Besar Sembarangan (BABS).
IPAL Komunal merupakan sarana untuk menampung lumpur tinja dari jamban. Lumpur tinja dalam fasilitas ini harus disedot secara teratur atau ketika penuh, dan diangkut menggunakan truk tinja ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Kemudian, lumpur tinja diolah hingga memenuhi standar baku mutu sebelum dibuang ke lingkungan.
Meskipun sebagian besar penduduk di Kabupaten Lumajang mempunyai akses tangki septik, kesadaran masyarakat untuk sedot tinja masih rendah. Banyak tangki septik individu dan IPAL Komunal yang dibiarkan penuh sehingga lumpur tinja meluap dan mencemari lingkungan. Contohnya, sekitar April 2017 IPAL Komunal di Dusun Ateran, Desa Tempeh Tengah, Kecamatan Tempeh meluap dan lumpur tinja mencemari lingkungan sekitarnya.
“Saya sedih sebagian masyarakat enggan melakukan sedot tinja dan malah membiarkan tangki septiknya penuh dan meluap. Para penentu kebijakan dan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang terkait harus mendorong masyarakat agar mau melakukan sedot tinja,” ujar Endah yang telah bekerja di sektor air minum dan sanitasi sejak tahun 2000.
Keprihatinan Endah berubah menjadi harapan ketika pada pertengahan 2017 Kabupaten Lumajang terpilih sebagai salah satu wilayah mitra USAID IUWASH PLUS untuk peningkatan akses masyarakat terhadap air minum dan sanitasi aman. Sejak saat itu, Endah dan timnya mengikuti berbagai kegiatan promosi dan advokasi air minum dan sanitasi aman yang dilakukan USAID IUWASH PLUS. Endah mengakui bahwa kegiatan tersebut meningkatkan pengetahuan teknisnya tentang konsep air minum dan sanitasi aman serta memperkuat kemampuan advokasi dan edukasinya.
Dengan dukungan USAID IUWASH PLUS, Endah dan timnya juga aktif berdiskusi tentang air minum dan sanitasi aman dengan OPD terkait lainnya, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, Bappeda, dan Puskesmas. Endah selalu menekankan bahwa kerja sama lintas sektor yang kuat sangat diperlukan untuk membuat air minum dan sanitasi aman dapat diakses dan terjangkau oleh masyarakat.
Sembari terus meningkatkan kerja sama lintas OPD, USAID IUWASH PLUS membantu Endah dan timnya di PUTR serta OPD lain, mengadvokasi Bupati dan DPRD untuk memprioritaskan program pengelolaan air limbah domestik, termasuk membuat peraturan daerah pendukung. Proses advokasi ini dilakukan melalui diskusi formal dan informal.
Selain itu, Endah dan timnya juga mengusulkan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Air Limbah Domestik (UPTD PALD) di Dinas PUTR untuk mendukung pelaksanaan peraturan daerah air limbah domestik kepada Bupati. Untuk mendukung usulan ini, Endah dan timnya membuat kajian akademik untuk menilai apakah dinas mempunyai sumber daya manusia dan anggaran yang cukup untuk mengelola unit kerja baru. Hasilnya menunjukkan bahwa Dinas PUTR mempunyai sumber daya yang cukup untuk mengelola UPTD PALD. Kajian akademik ini menjadi dasar bagi Bupati untuk menetapkan Keputusan Bupati tentang Pembentukan UPTD PALD.
Dalam proses advokasi, Endah juga mengakui beberapa orang menganggap upaya untuk memprioritaskan pengelolaan air limbah domestik tidak dapat meningkatkan pendapatan daerah. “Tapi, saya selalu katakan kepada mereka jika kita melindungi sumber air dari pencemaran air limbah domestik, masyarakat akan sehat, dan pemerintah dapat menghemat anggaran untuk penyehatan,” jelas Endah.
Perlahan, kolaborasi Dinas PUTR dan OPD terkait lainnya untuk meningkatkan pengelolaan air limbah domestik mulai membuahkan hasil. Akhir Desember 2017, pemerintah Kabupaten Lumajang menyetujui pembentukan UPTD PALD di bawah Dinas PUTR. Selain itu, Bupati Lumajang juga mengesahkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik No. 6/2018 pada Februari 2018, dan sedang menyelesaikan Peraturan Daerah Retribusi Penyedotan Kakus, serta menggodok Peraturan Bupati mengenai Layanan Lumpur Tinja Terjadwal.
“Peraturan ini akan membantu Kabupaten Lumajang untuk dapat mengakses dana APBN yang lebih besar untuk pengelolaan air limbah domestik,” ujar Endah. Setelah Peraturan Daerah tentang Air Limbah Domestik terbit, pemerintah Kabupaten Lumajang mengusulkan pembangunan SPALDS (Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat) dan SPALT (Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat) senilai Rp10,4 miliar menggunakan DAK (Dana Alokasi khusus) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2019.
“Saya akan terus membuat program-program terkait sanitasi dan air minum yang lebih matang dan mengedukasi masyarakat agar dapat menjaga fasilitas air dan sanitasinya secara mandiri,” janji Endah.
-Sonny Suharsono/Andri Pujikurniawati-