Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) mulai lebih banyak diakui sebagai pendekatan pencegahan yang efektif biaya dan beriorientasi manajemen untuk melindungi keamanan air minum. Di Indonesia, RPAM diinisiasi pada tahun 2012 dan diujicobakan di 13 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk RPAM operator penyedia air minum, dan 10 kabupaten/kota untuk RPAM komunal.
Namun, hingga 2017 replikasi RPAM ke PDAM dan kabupaten/kota lainnya masih terbatas. Untuk memperluas pelaksanaan RPAM diperlukan beberapa syarat, antara lain adanya kebijakan dan kerangka kerja, strategi pelaksanaan, dan rencana kerja RPAM.
Untuk mendukung Pemerintah Indonesia menyesuaikan kerangka kebijakan RPAM, USAID IUWASH PLUS dan USAID PRESTASI (Program to Extend Scholarships and Training to Achieve Sustainable Impacts yang didukung Pemerintah Amerika) memfasilitasi institusi nasional dan daerah yang bekerja di sektor air minum untuk mengunjungi Filipina pada bulan Desember 2017. Kunjungan belajar ini memberi kesempatan bagi para peserta untuk mengkaji kebijakan nasional RPAM Pemerintah Filipina, syarat peraturan, dan hasil pembelajarannya. Kemudian, hasil kunjungan belajar ini disaring menjadi rekomendasi kebijakan RPAM Pemerintah Indonesia yang telah menjadi dasar diskusi kebijakan antar kementerian yang sedang berlangsung, dan pembuatan kebijakan RPAM.
Sementara proses pembuatan kebijakan RPAM terus berlangsung, USAID IUWASH PLUS dan USAID PRESTASI memfasilitasi Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyedia Air Minum (BPPSPAM), PDAM Malang, Dinas Kesehatan Kabupaten Bulukumba, dan ITB untuk melakukan kunjungan belajar kedua ke Filipina pada tanggal 23–27 Juli 2018. Kunjungan ini memberikan kesempatan bagi para peserta untuk belajar tentang pengalaman Pemerintah Filipina dalam melaksanakan RPAM, termasuk keterlibatan pemerintah daerah, kebutuhan peningkatan kapasitas dan mekanisme pelaksanaannya, syarat penjaminan mutu, dan hasil pembelajaran dari pelaksanaan RPAM.
Kunjungan belajar kedua ini diawali dengan lokakarya satu hari yang dibuka oleh Mission Director USAID Filipina, Lawrence Hardy II, dan dihadiri oleh perwakilan dari Departemen Kesehatan, Local Water Utilities Administration (LWUA), Departemen Dalam Negeri, Pemerintah Daerah Filipina, dan WHO Filipina untuk mendapatkan informasi tentang kerangka kebijakan dan pelaksanaan RPAM, serta peran dan tanggung jawab penyedia air minum. Lokakarya ini dibuka oleh Mission Director USAID Filipina, Lawrence Hardy II. Dalam pidato pembukaannya, Lawrence menegaskan bahwa USAID mendukung RPAM untuk mengamankan air minum dari sumbernya. Dalam lokakarya ini, perwakilan WHO Filipina juga menggarisbawahi pentingnya RPAM untuk mencapai target akses air minum aman dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030.
Lokakarya ini diikuti dengan kunjungan dan diskusi tentang pelaksanaan RPAM dengan tiga penyedia air minum di Kota Davao, yaitu Davao City Water District (DCWD) yang menyediakan air untuk kota terbesar di Mindanao; the Local Government Unit (LGU) Sta.Cruz waterworks yang dikontrakkan ke perusahaan swasta selama 15 tahun; dan the Island Garden City of Samal (IGACOS) Water District.
Diskusi ini menyimpulkan bahwa penyedia air minum tersebut tergerak untuk melaksanakan RPAM untuk melindungi kesehatan masyarakat dan memenuhi standar kualitas air minum. Ketua Tim RPAM DCWD, Hydie Maspinas, mengatakan bahwa terlepas dari keberadaan RPAM, DCWD mempunyai mandat untuk menyediakan air minum aman untuk pelanggannya. Selain itu, setelah melaksanakan RPAM, DCWD juga mampu membuat sistem monitoring kualitas air yang kuat dan prosedur respons yang dilengkapi dengan laboratorium terakreditasi untuk mengatasi masalah air minum.
Kemudian, LGU Sta. Cruz waterworks menjelaskan bahwa sistem penyedia air minum skala kecil dapat dikelola secara profesional. Sistem tersebut dipelihara dengan baik dan menerapkan Prosedur Operasional Standar (SOP) untuk menjamin kualitas air.
Sebelum mengakhiri kunjungan belajar ini, delegasi Indonesia berdiskusi dengan Departemen Kesehatan, LWUA, dan konsultan RPAM tentang hasil pembelajaran pelaksanaan RPAM di Filipina. Hasil pembelajaran tersebut adalah (1) Filipina perlu waktu sepuluh tahun untuk melakukan konsultasi, pelatihan, dan pembelajaran sebelum Kebijakan Nasional RPAM ditandatangani pada tahun 2014, (2) penanggung jawab RPAM di tingkat nasional mempunyai peran penting untuk melanjutkan pelaksanaan kerangka kerja dan peta jalan RPAM, (3) di tingkat nasional, LWUA, sebagai badan yang mewakili penyedia air minum utama, menjadi ujung tombak untuk mempromosikan pelaksanaan RPAM, dan memasukkan RPAM sebagai salah satu syarat pemberian insentif kinerja bagi penyedia air minum. Badan pemerintah lain yang terlibat dalam penyediaan air minum adalah Dewan Nasional Sumber Daya Air (NWRB) yang mengatur dan membina sistem penyedia air minum swasta dan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah yang mengawasi sistem penyedia air minum yang dikelola pemerintah daerah dan penyedia air minum berbasis masyarakat. Meskipun demikian, Filipina masih perlu meningkatkan mekanisme institusional untuk mengarusutamakan RPAM di penyedia air minum lainnya.
“Kunjungan belajar ini membantu seluruh pemangku kepentingan di air minum untuk mempunyai satu pemahaman dan meningkatkan pengetahuan tentang RPAM. Saya harap Kementerian Dalam Negeri dapat menyosialisasikan konsep RPAM yang benar dan mengintegrasikannya dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),” ujar Destriana Farid, Kepala Sie Wilayah 1, Sub-Direktorat Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri.
Hasil kedua kunjungan studi ke Filipina ini sangat membantu Pemerintah Indonesia untuk memenuhi syarat perluasan pelaksanaan RPAM. Hasil kunjungan studi pertama berkontribusi terhadap penyesuaian kerangka kebijakan RPAM di Indonesia. Dan hasil kunjungan studi kedua memberikan referensi bagi pemerintah untuk membuat strategi pelaksanaan dan rencana kerja untuk memastikan kerangka kebijakan RPAM dapat diimplementasikan dan direplikasi.
Belajar dari hasil kunjungan belajar kedua ini, delegasi Indonesia akan membuat strategi RPAM yang sesuai dengan kerangka kebijakan RPAM, mengkaji standar air minum yang diatur dalam Permenkes 492/2010, menyelaraskan petunjuk dan panduan RPAM, dan membuat pesan dan strategi advokasi RPAM, terutama untuk penyedia air minum dan pemangku kepentingan di daerah.